Sebuah kebanggaan merupakan satu rasa bahagia karena sesuatu yang kita miliki. Apapun yang kita miliki bisa menjadi pemicu munculnya rasa bangga. Mulai dari jabatan , pekerjaan, kepandaian sampai benda seperti rumah, mobil mewah, ataupun sawah. Siapa saja didunia ini pasti punya kebanggaan masing-masing. Kebanggaan sangat bervariasi.
Kebanggaan
sangat berkaitan dengan rasa ke-aku-an. Rasa ingin dihargai oleh orang lain
yang sangat manusiawi. Rasa ke-aku-an inilah yang menggerakan kehidupan kita
sehari-hari dalam berkarya sebagai presiden, dokter, ibu rumah tangga atau yang
lain.Justru akan sangat aneh jika ada seseorang didunia ini yang tidak punya
kebanggaan. Bahkan seorang pertapa yang sudah “putus hubungan dengan dunia” pun
pasti punya kebanggaan. Mereka pasti bangga dengan pencerahan yang sudah dia
alami agar melepas semua nafsu duniawi.
Jika
seorang pertapa saja punya saja punya kebanggaan , pastilah kita yang hidup di “hiruk
pikuk dunia yang penuh dengan dinamika” ini punya sebuah kebanggaan. Rasa
ke-aku-an pasti muncul dengan kuat. Hanya saja, masing-masing dari kita, pasti
berbeda cara dalam merepresentasikan kebanggaan itu. Ada yang dengan langsung
ngomong ke tetangga tentang televisi LED 40 inci yang baru dia beli. Atau
menyampaikan ke teman-tema di Facebook tentang anaknya yang mendapat beasiswa
S2 di Jerman. Atau sebatas tersenyum simpul waktu melihat anaknya yang berumur
5 tahun berani menyanyi dengan lantang di acara ulang tahun teman TK-nya.
Namun
yang wajib dipahami disini, merepresentasikan, mempertahankan dan mengembangkan
kebanggaan dalam diri kita perlu memperhatikan “rambu rambu tertentu”. Jangan
terlalu over. Kenapa? Karena (bagi saya) sebenarnya kebanggaan itu ibarat SEBUAH PISAU
BERMATA DUA. Jika kita mampu mengolah rasa bangga dengan baik, maka rasa bangga
akan mendorong kita tahap pencapaian yang lebih tinggi. Dengan sebuah
kebanggaan dalam dada, kita akan mampu mencapai jabatan yang lebih baik, mampu
mendapatkan pekerjaan yang lebih sempurna, mampu menghasilkan pendapatan yang
lebih tinggi, dan juga mampu membawa kita menjadi orang yang lebih baik.
Disisi
lain, jika kebanggaan kita membuat kita buta, maka yang muncul adalah
kesombongan yang tebal dan hitam pekat. Kita bisa menjadi lupa diri, meremehkan
orang –orang disekitar kita, waktu rasa bangga akan mobil mewah kita (yang berharga
diatas 250 juta rupiah) memenuhi hati. Menutupi mata hati dengan
merepresentasikan kebanggaan mobil tersebut dengan cara bercerita tentang
kehebatan mobil tersebut dipertemuan rutin RT, dimana kita tahu tetangga
tetangga kita makan saja masih susah. Dapat pula sebuah kebanggaan menjadi
memicu untuk menutup mata karena keberuntungan anak kita yang mendapat beasiswa
S2 di Jerman dan menceritakannya kepada teman – teman sekantor, padahal kita
tahu, bahwa semua itu karena berkah Tuhan semata. Masih banyak anak orang lain
yang lebih pandai dan lebih cerdas.
Jadi,
menurut saya, KEBANGGAAN ITU SEPERTI PISAU BERMATA DUA. Bisa menjadi bahan
bakat yang tak ada habisnya untuk menambah semangat berkarya dan mendekatkan
diri pada Tuhan. Tapi disisi lain juga menjadi pemicu paling potensial untuk
menjadi sombong, lupa diri dan menjadi hamba Setan.
perumpamaan kebangaannya keren mas bro
ReplyDeletegood luck GAnya ya
Makasih mas Yandhi, jangan lupa tetap main kesini ya
DeleteKebanggaan memang melekat dalam diri manusia, yang tentunya antara manusia yang satu dengan manusia lainnya mempunyai pemahaman yang berbeda tentang arti kebanggaan. Yang jelas sebuah kebanggaan harus diselaraskan dengan rasa syukur, ketika kita bersyukur dengan apa yang kita banggakan, niscaya kesombongan itu tak akan bersemayam di hati kita
ReplyDeleteSalam........
Betul mbak, tetap harus ada pemahaman yang mendalam untuk menghindari efek negatifnya. Makasih sudah main yang meninggalkan jejak disini. Blog mbak Sri Wahyuni apa?
DeletePisau bermata dua, bisa jadi simbol yang tepat bagi kebanggaan. Nice Post :)
ReplyDeleteMakasih mbak, Selamat untuk GA nya yang udah sukses
Delete