Hilang selalu identik dengan kesedihan. Itu aku ketahui sejak aku tercipta. Aku dibentuk dengan teliti dan seksama agar jati diriku tetap terjaga. Sungguh duka diri ini kala aku tahu, aku harus lenyap dari dunia ini. Ya, betul aku diciptakan untuk hilang. Sesak diri ini menyadari diri ini akan menguap, hilang bersama hembus udara. Kalau memang harus hilang, untuk apa sebenarnya aku tercipta?
Bentukku memang tak terlalu istimewa. Kau yang melihatkupun tak kan dua kali menengok aku. Tak ada yang menarik dariku. Walau sedikit halus tapi sebenarnya itu juga tidak berarti. Semua biasa saja. Namun dari tang biasa inilah akan muncul sesuatu yang berguna. Untukmu, ya, hanya untukmu. Tak secuilpun untukku.
Kalau aku tak hilang, maka apalah artinya aku. Ini kusadari saat matahari telah menghilang dari tahtanya diatas sana. Jalur – jalur cahayanya mulai meredup, meninggalkan semua yang ada disini dalam kekelaman. Hilang senyum dari bibir mungilnya. Jari kecilnya menjamahku, merengkuhku. Memasangku pada tempat yang semestinya.
Tak lama, tangan-tangan kecil itu membakarku. Ya, terbakar dengan pasti. Panas. Tapi inilah yang harus aku kerjakan. Kuterangi seluruh ruangan tanpa lampu listrik ini. Hanya aku yang bersinar disini. Semua membutuhkan aku. Semua bahagia karena sinarku. Aku terbakar dan sedikit demi sedikit hilang ditelan panas ini.
Namun yang aneh, aku tak merasa sedih, tak merasa kecewa. Aku senang aku bahagia. Karena aku telah membawa kegembiraan, kesenangan untuk yang lain. Tanpa aku mereka akan sedih. Terkapar dalam hitam gelap.
Semakin kecil tubuhku, hatiku semakin bahagia. Ahhhh, tinggal beberapa menit lagi aku akan hilang, digantikan teman yang kembar denganku. Bahagiaku memuncak, melihat bocah kecil itu telah mengerjakan tugas sekolahnya dengan baik. Belajar lebih nyaman dibawah semburat sinarku. Aku telah hilang tapi aku memberi arti.
Jangan biarkan dirimu dalam kesedihan karena sebuah kehilangan. Karena kadang kehilangan ini membawa arti tersendiri yang membahagiakan. Semua kehilangan pasti membawa hikmat tersendiri. Contohnya aku.
Aku , lilin kecil, milik bocah kecil penghuni pondok sederhana di bantaran sungai.
ah lilin,
ReplyDeletekau memang diciptakan untuk hilang, tapi kau telah membantu banyak orang
ya... tidak selamanya hilang itu menyedihkan :')
semua pasti ada hikmahnya. yang tak ada suatu saat pasti jadi ada. Tuhan tidak tiudr.
Deletelilin si tanpa tanda jasa ya Mas Darto, dia rela terbakar untuk menerangi sekitarnya, meskipun tak begitu gemerlap sinarnya
ReplyDeletebetul mbak Uniek.... kadang merenung kalau inget si lilin ini
DeleteDan kau lilin lilin kecil
ReplyDeleteSanggupkah kau memberi seisi dunia...hehehe jadi inget lagu almarhum chrisye, lilin lilin kecil
Gelap ini akankah berganti ........
DeleteHehehehe , makasih kunjungannya
lilin ini sangat berharga buat si bocah kecil ya. Jadi inget lampu templok yang menemaniku belajar saat aku kecil dulu.
ReplyDeletetemplok = java lamp , pas banget dengan nama weblog ini, hehehehe. matur suwun kunjungannya ... :D
DeleteLilin rela membakar dirinya demi menerangi kehidupan yg lain
ReplyDeletepengorbanan yang tulus
DeleteNunggu lilin kecil jadi petromak kemudian jadi lampu yang menyinari malam diseluruh kota :)
ReplyDeleteitu yang jadi harapan kita semua
DeleteKecil, rapuh, umur pendek, tapi memberi manfaat. :D
ReplyDeletebetul, sering kali kita meremehkan yang se-tipe ini
DeleteRenungan yang asyik nih hehe. Jadi inget lagunya Queen mas, who wants to live forever...
ReplyDeleteNo one can live forever, hanya bagaimana arti saat kita hidup yang terpenting
DeleteBahasanya mengaliiir... suka :)
ReplyDeletemakasih kunjungannya ....
DeleteMet Kenal Bapak
ReplyDelete