(Berdasarkan kisah nyata – Nama orang dan tempat sedikit disamarkan)
“Ayo mas, sembunyi di gang itu!”, kata mas Rusman sambil menarik tanganku masuk ke salah satu gang. Gang kecil didalam komplek pertokoan Petaling Street ini kotor dan agak berbau tidak enak. “Mas Darto, larinya agak cepet!!”, seru mas Rusman. “Itu Rela sudah dekat!!”, seru mas Rusman tidak sabar melihat lariku yang kurang cepat.
Dengan
berat badan 83 kilogram, memang bukan hal yang mudah untuk aku berlari
cepat. Belum lagi sandal jepit yang aku pakai kurang pas dikaki. Aku
sempat menengok ke belakang. Kulihat beberapa pasukan Rela turun dari
beberapa sepeda motor. Pasukan sukarelawan yang berpakaian hijau tua dan
berbaret kuning itu segera memarkir motornya disebelah Hong Leong Bank
di perempatan jalan.
Segera
saja mereka melalukan rasia untuk orang Indonesia yang sering mereka
sebut Indon. Ada beberapa orang yang mereka minta menunjukkan tanda
pengenal. “Tunjuk punya kad”, teriak salah satu Rela yang berbadan
hitam, dengan wajah tidak bersahabat. Mereka hanya memeriksa orang orang
yang berwajah Indonesia.
Beberapa ilustrasi pasukan Rela
Seharusnya aku tak perlu takut. Sebuah passport berwarna biru saat itu ada dalam kantongku. Dengan passport ini, dapat dipastikan aku akan aman – aman saja jika diperiksa oleh Rela. Dokumenku sah dan dikeluarkan untuk keperluan dinas. Dan lagi, aku bukan pekerja illegal disini. Aku mahasiswa yang ditugaskan Negara untuk belajar disini.
Entah dengan mas Rusman ini. Aku tidak tahu apakah pria asal Kabupaten Demak ini punya dokumen resmi. Aku belum tahu status pria yang bekerja di kedai minum di kampusku ini.
Walau dengan berbekal passport ditangan, belum mampu memompa keberanian dalam hatiku untuk keluar dari gang kecil persembunyianku ini. Aku takut. Takut kalau aku diperlakukan tidak baik oleh para Rela itu.
Ketakutanku bukan tanpa dasar. Dari cerita para pekerja di kampusku yang berasal dari Indonesia, banyak perlakuan kasar terhadap orang Indonesia disini. Terutama bagi yang tidak membawa dokumen identitas yang sah.
Beberapa waktu lalu ada rasia disebuah proyek pembangunan pertokoan di sekitar Cheras dekat Kuala Lumpur. Pasukan Rela melalukan rasia dipagi buta. Mereka mengumpulkan semua pekerja yang seluruhnya dari Indonesia. Tidak peduli punya kad pengenal atau tidak. Semua diminta berkumpul dan berbaris dilapangan. Perlakuan mereka seperti seorang sipir penjara kepada para napi. Teriakan berbaur dengan tangisan anak-anak para pekerja yang saat itu ikut tidur di bedeng-bedeng di sekitar proyek pertokoan itu.
Memang yang punya dokumen sah dilepaskan, tapi itu sekitar 1-2 jam setelah rasia. Yang tidak punya akan dibawa ke rumah tahanan imigrasi di Kuala Lumpur. Kata beberapa orang diantara mereka, bisa bebas asal membayar 6.000 – 10.000 RM. Suatu angka yang cukup besar untuk para pekerja ini.
Sebagian dari mereka memang pekerja illegal yang datang ke Malaysia tanpa sepengetahuan pemerintah Indonesia. Sebagian lagi pekerja legal yang dokumen pengenalnya ditahan oleh para “bos” yang memasukkan mereka ke Malaysia sebagai jaminan.
Tidak bisa kubayangkan takutnya para pekerja yang mungkin sedang berada di Petaling Jaya ini. Kulihat ada beberapa yang dikumpulkan didepan sebuah took untuk di data. Wajah takut yang pucat itu tampak jelas.
Sakit sekali rasanya hati ini. Melihat orang orang sebangsaku harus menjadi takut semacam itu. Takut karena mereka orang Indonesia yang menjadi target rasia pasukan sukarela itu. Secara de facto, memang ada kasta di Malaysia. Kasta yang paling tinggi adalah orang - orang Inggris (orang – orang bule) dan orang – orang Malaysia asli melayu. Kasta dibawahnya adalah orang – orang Malaysia keturunan Tiongkok yang kebanyakan pebisnis dan saudagar kaya. Kasta ketiga adalah orang – orang keturunan India yang kebanyakan pekerja. Sedang kasta paling rendah adalah orang – orang asal Indonesia yang dinilai sebagai pekerja illegal. Kasta terendah ini sering dijadikan bulan- bulanan pasukan baret kuning.
Sedih. Sakit. Marah. Kecewa.
Dalam perjalanan pulang ke kampusku di daerah Putrajaya, aku melamun. Dalam MRT yang nyaman dan murah ini, banyak hal berkecamuk dalam benakku. Semua itu bergulat dipikiranku dalam waktu 2 jam perjalanan Kuala Lumpur – Putrajaya. Kenapa mesti takut. Haruskah aku takut disini, di negara jiran tempatku mencoba menuntut ilmu. Aku orang Indonesia merasakan takut. Rasa banggaku terhadap bangsaku, bisakah mengalahkan kekuatan Rela saat melakukan hal yang tidak hormat? Waktu itu aku takut, mungkin karena terbawa suasana disana. Mungkin karena aku Indon!!
Tidak!! Aku bukan Indon, aku Bangsa Indonesia!!. Aku harus berbuat sesuatu. Agar aku bukan lagi “Indon yang tak makan sekolah”. Agar aku menjadi TKI yang terhormat, bermartabat dan punya sesuatu yang bisa aku banggakan waktu bekerja di Malaysia.
Aku serukan pada rakyat Indonesia, pada bangsa Indonesia, pada pejabat Negara Indonesia. Jangan pernah mengirim tenaga kerja kasar ke Malaysia. Cegah tenaga kerja illegal. Kirim tenaga kerja terampil. Para perawat professional. Para dokter bedah. Para magister teknik sipil dan magister teknik mesin. Atau para programmer berpengalaman. Kirim sebanyaknya.
Supaya tak ada lagi aku- aku yang lain yang harus lari sembunyi dari pasukan Rela. Tak ada lagi yang berpikir “Aku takut kerana aku Indon”. Supaya kita bisa berkata “Lihat ini aku, pekerja asal Indonesia”.
Waktu kuliah di negeri jiran
Terima kasih atas partisipasi sahabat dalam Kontes Unggulan :Aku Dan Indonesia di BlogCamp
ReplyDeleteDicatat sebagai peserta
Salam hangat dari Surabaya
Makasih pak, sukses untuk Kontes Unggulannya. :D
Deletepahit pak. sy pernah punya tman exTKI. entah dia ilegal atau bgmn (dia gak pernah mau bercerita) tp dia jd benciiii skli dg malaysia. kl ada tmn ucapkn malaysia dia lgsg marah2.
ReplyDeletetp pak kl kita kirim tenaga profesional ke sana, keenakan dong mereka...hehehe...mending stop sj kirim TKI ke ngr yg tdk bershbt. kirim ke yg negr yg bershbt sj atau di Indonesia saja. kan kt jg bnyk yg belum terurus. ah tp siapa yg menggaji...perut ga bs dusta. untung sy ga jd presiden RI. bs pussssiiiing...hehe
Tapi dengan mengirim tenaga-tenaga profesional dan trampil seperti dokter spesialis, analis sistem komputer, ahli mekanik, dll akan membuat negara itu berpikir ulang jika ingin melecehkan TKI kita.
ReplyDeleteSetuju pak!. Dengan mengirim tenaga kurang terampil sama saja mempermalukan bangsa sendiri
ReplyDeleteBetul mbak
Deletekatanya Cak Lontong sih, selera Malaysia sekarang rendah hihihihi
ReplyDeleteKok bisa?
DeleteMuantabs banget ceritanya ......
ReplyDeleteMakasih kunjungannya. moga bisa memberi sedikit angin segar utk TKI kita
DeleteHingga sekarang saya tidak pernah mendapati alasan yang begitu penting untuk seorang manusia berakal menindas manusia lainnya. Semoga saja manusia segera melupakan batas-batas kesukuan dan batas teritorial, menyatu menjadi saling menghargai. Salam Mystupidtheory!
ReplyDeleteAminn. Moga ini segera dipahami juga oleh pemerintah Malaysia
DeleteBegitu terhinanya kah TKI di perlakukan di negri Jiran..
ReplyDeleteSementara ini masih kayaknya masih seperti itu
Deletesemakin bersyukur aku terlahir dan hidup di Indonesia tercinta ini.
ReplyDeleteBangga menjadi bangsa Indonesia
Deletebrow eling aku ora...
ReplyDeletesiapa ya? gak keluar namanya
Deleteari mas...
Deletekonco sd lan smp...
piye kabare apik? lama tak bersuoo...
Baik mas, kapan pulang Semarang?
Deleteari... kancamu sd, smp..
ReplyDeleteblokmu mantab nambah ilmu
aku gaptek je..jadi anonymous sek, sing paling gampang, liane aku rak reti...
Gakpopo, makasih wes dolan kene ya :D
Delete