Salut untuk perjuangan Kartini Blogger di http://www.wylvera.com/2013/02/pelatihan-menulis-di-sekolah-anak.html atau klik disini
Ada yang mengatakan “Kalau kamu bukan Raja atau Ulama, maka jadilah Penulis”. Ini membawa arti bahwa jadi penulis itu juga merupakan suatu hal yang membahagiakan dan sangat bermartabat. Tak heran jika banyak orang, termasuk saya ingin jadi penulis.
Banyak cara dilakukan untuk jadi seorang penulis, antara lain dengan kuliah dengan jurusan yang dekat dengan dunia kepenulisan. Atau bisa pula dengan mengikuti kursus – kursus yang sekarang ini banyak ditawarkan oleh berbagai tempat kursus. Atau minimal belajar secara otodidak dari buku cara menjadi penulis yang bertebaran di toko buku. Dari sini terlihat bahwa kesempatan menjadi penulis itu terbuka lebar bagi siapa saja, tinggal mau atau tidak.
Benarkah kesempatan menjadi penulis itu terbuka lebar bagi siapa saja? Tidak!! Ada beberapa kelompok yang kesempatan untuk menjadi penulis itu tidak terbuka lebar seperti yang kita bayangkan. Siapa? Mereka yang belum beruntung dari sisi finansial. Mereka yang sering disebut orang-orang yang tidak mampu. Tidak mampu? Tidak juga!! Mereka mampu tapi belum ada kesempatan.
Coba kita renungkan sejenak. Untuk orang-orang dari kelompok tersebut diatas, jangankan untuk membeli buku cara menjadi penulis, untuk makan saja masih sering kurang. Bukan hal yang mudah melepas 40 ribu rupiah sampai 70 ribu rupiah untuk membeli buku. Apalagi untuk bayar biaya kursus menulis dan kuliah. Masih tertutup kemungkinan itu.
Hal tersebut sesuai dengan kata bijak “Rame ing Gawe Sepi ing Pamrih, Rahayu Bagyo Wanita Nuswantara” yang menjadi perwujudan semangat RA Kartini waktu itu. “Rame ing Gawe Sepi ing Pamrih” karena meraka tidak hanya sekedar mengeluarkan teori-teori yang bikin kepala pusing tentang pendidikan untuk anak-anak yang kurang mampu, tapi berani mewujudkan dalam aksi nyata. “Rahayu Bagyo Wanita Nuswantara” karena mereka berani memperjuangkan kesamaan hak dalam pendidikan, walau bukan dalam tataran gender lagi seperti era RA Kartini waktu itu.
Tekad membuka lebar peluang menjadi penulis mereka “bakar” dengan bekal perangkat seadanya di PKBM Al Falah yang berdiri pada wilayah Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah Bantar Gebang. Tidak harus dengan infocus dan tayangan power point yang penuh warna-warni dan animasi. Cukup dengan peraga seadanya.
Beberapa buku bacaan untuk diberikan sebagai hadiah, harus diusahakan sendiri oleh dua “Kartini Blogger” ini. Tak ada keuntungan finansial , justru harus “rugi” karena harus menyiapkan buku untuk hadiah. “Sepi ing Pamrih”.
Kok cuman buku bacaan? Murah itu. Ahhhh, bagi yang “berduit” itu bukan seberapa. Tapi bagi peserta, anak-anak pemulung, ini sangat berarti. Terbukti saat ditanya buku apa yang sudah dibaca, mereka cuman bisa membisu. Prihatin dan sedih. Tapi bukan kesedihan yang harus diperlihatkan pada para peserta yang masih muda belia ini. Bimbingan membuat tulisan sebagai langkah awal untuk menjadi penulis yang produktif, itu yang mereka dapatkan dari dua “Blogger Kartini” ini. “Rame ing Gawe”.
Terima kasih atas partisipasi sahabat dalam Giveaway Ada kartini di Dadamu
ReplyDeleteSegera dicatat sebagai peserta
Salam hangat dari Surabaya
Matur suwun pakdhe
Deleteberaktifitas di TPA bantar gebang..sungguh luarbiasa wanita2 ini..benar kartini yang hebat....selamat berlomba,,,semoga menjadi yg terbaik....keep happy blogging always,,,salam dari Makassar :-)
ReplyDeleteMakasih sudah berkunjung pak. Salam hormat dari Semarang.
Deletekeren mas... smangat ngeblog deh :) sukses untuk GA-nya :)
ReplyDeletemakasih doa nya
Deletesungguh luar biasa...makasih sudah share, jadi tambah kenal dengan mak Wylvera...sukses ya GAnya mas...
ReplyDeletemakasih....
DeleteTerima kasih, Mas Agustinus Darto, sukses buat GA nya ya. :)
ReplyDeletewah... ini dia... makasih sudah berkenan mampir....
Delete