Aku takut kerana aku Indon

 on Tuesday, July 1, 2014  

(Berdasarkan kisah nyata – Nama orang dan tempat sedikit disamarkan)

“Ayo mas, sembunyi di gang itu!”,  kata mas Rusman sambil menarik tanganku masuk ke salah satu gang. Gang kecil didalam komplek pertokoan Petaling Street ini kotor dan agak berbau tidak enak. “Mas Darto, larinya agak cepet!!”, seru mas Rusman. “Itu Rela sudah dekat!!”, seru mas Rusman tidak sabar melihat lariku yang kurang cepat. 

Dengan berat badan 83 kilogram, memang bukan hal yang mudah untuk aku berlari cepat. Belum lagi sandal jepit yang aku pakai kurang pas dikaki. Aku sempat menengok ke belakang. Kulihat beberapa pasukan Rela turun dari beberapa sepeda motor. Pasukan sukarelawan yang berpakaian hijau tua dan berbaret kuning itu segera memarkir motornya disebelah Hong Leong Bank di perempatan jalan.  

Segera saja mereka melalukan rasia untuk orang Indonesia yang sering mereka sebut Indon. Ada beberapa orang yang mereka minta menunjukkan tanda pengenal. “Tunjuk punya kad”, teriak salah satu Rela yang berbadan hitam, dengan wajah tidak bersahabat. Mereka hanya memeriksa orang orang yang berwajah Indonesia.




Beberapa ilustrasi pasukan Rela
 

Seharusnya aku tak perlu takut. Sebuah passport berwarna biru saat itu ada dalam kantongku. Dengan passport ini, dapat dipastikan aku akan aman – aman saja jika diperiksa oleh Rela. Dokumenku sah dan dikeluarkan untuk keperluan dinas. Dan lagi, aku bukan pekerja illegal disini. Aku mahasiswa yang ditugaskan Negara untuk belajar disini. 

Entah dengan mas Rusman ini. Aku tidak tahu apakah pria asal Kabupaten Demak ini punya dokumen resmi. Aku belum tahu status pria yang bekerja di kedai minum di kampusku ini.

Walau dengan berbekal passport ditangan, belum mampu memompa keberanian dalam hatiku untuk keluar dari gang kecil persembunyianku ini. Aku takut. Takut kalau aku diperlakukan tidak baik oleh para Rela itu. 

Ketakutanku bukan tanpa dasar. Dari cerita para pekerja di kampusku yang berasal dari Indonesia, banyak perlakuan kasar terhadap orang Indonesia disini. Terutama bagi yang tidak membawa dokumen identitas yang sah. 

Beberapa waktu lalu ada rasia disebuah proyek pembangunan pertokoan di sekitar Cheras dekat Kuala Lumpur. Pasukan Rela melalukan rasia dipagi buta. Mereka mengumpulkan semua pekerja yang seluruhnya dari Indonesia. Tidak peduli punya kad pengenal atau tidak. Semua diminta berkumpul dan berbaris dilapangan. Perlakuan mereka seperti seorang sipir penjara kepada para napi. Teriakan berbaur dengan tangisan anak-anak para pekerja yang saat itu ikut tidur di bedeng-bedeng di sekitar proyek pertokoan itu.

Memang yang punya dokumen sah dilepaskan, tapi itu sekitar 1-2 jam setelah rasia. Yang tidak punya akan dibawa ke rumah tahanan imigrasi di Kuala Lumpur. Kata beberapa orang diantara mereka, bisa bebas asal membayar 6.000 – 10.000 RM. Suatu angka yang cukup besar untuk para pekerja ini.

Sebagian dari mereka memang pekerja illegal yang datang ke Malaysia tanpa sepengetahuan pemerintah Indonesia. Sebagian lagi pekerja legal yang dokumen pengenalnya ditahan oleh para “bos” yang memasukkan mereka ke Malaysia sebagai jaminan. 

Tidak bisa kubayangkan takutnya para pekerja yang mungkin sedang berada di Petaling Jaya ini. Kulihat ada beberapa yang dikumpulkan didepan sebuah took untuk di data. Wajah takut yang pucat itu tampak jelas. 

Sakit sekali rasanya hati ini. Melihat orang orang sebangsaku harus menjadi takut semacam itu. Takut karena mereka orang Indonesia yang menjadi target rasia pasukan sukarela itu. Secara de facto, memang ada kasta di Malaysia. Kasta yang paling tinggi adalah orang - orang Inggris (orang – orang bule) dan orang – orang Malaysia asli melayu. Kasta dibawahnya adalah orang – orang Malaysia keturunan Tiongkok yang kebanyakan pebisnis dan saudagar kaya. Kasta ketiga adalah orang – orang keturunan India yang kebanyakan pekerja. Sedang kasta paling rendah adalah orang – orang asal Indonesia yang dinilai sebagai pekerja illegal. Kasta terendah ini sering dijadikan bulan- bulanan pasukan baret kuning. 

Sedih. Sakit. Marah. Kecewa.

Dalam perjalanan pulang ke kampusku di daerah Putrajaya, aku melamun. Dalam MRT yang nyaman dan murah ini, banyak hal berkecamuk dalam benakku. Semua itu bergulat dipikiranku dalam waktu 2 jam perjalanan Kuala Lumpur – Putrajaya.  Kenapa mesti takut. Haruskah aku takut disini, di negara jiran tempatku mencoba menuntut ilmu. Aku orang Indonesia merasakan takut. Rasa banggaku terhadap bangsaku, bisakah mengalahkan kekuatan Rela saat melakukan hal yang tidak hormat? Waktu itu aku takut, mungkin karena terbawa suasana disana. Mungkin karena aku Indon!!

Tidak!! Aku bukan Indon, aku Bangsa Indonesia!!. Aku harus berbuat sesuatu. Agar aku bukan lagi “Indon yang tak makan sekolah”. Agar aku menjadi TKI yang terhormat, bermartabat dan punya sesuatu yang bisa aku banggakan waktu bekerja di Malaysia.

Aku serukan pada rakyat Indonesia, pada bangsa Indonesia, pada pejabat Negara Indonesia. Jangan pernah mengirim tenaga kerja kasar ke Malaysia. Cegah tenaga kerja illegal. Kirim tenaga kerja terampil. Para perawat professional. Para dokter bedah. Para magister teknik sipil dan magister teknik mesin. Atau para programmer berpengalaman. Kirim sebanyaknya.

Supaya tak ada lagi aku- aku yang lain yang harus lari sembunyi dari pasukan Rela. Tak ada lagi yang berpikir “Aku takut kerana aku Indon”. Supaya kita bisa berkata “Lihat ini aku, pekerja asal Indonesia”.
 Waktu kuliah di negeri jiran

Aku takut kerana aku Indon 4.5 5 Darto Iwan Tuesday, July 1, 2014 (Berdasarkan kisah nyata – Nama orang dan tempat sedikit disamarkan) “Ayo mas, sembunyi di gang itu!”,  kata mas Rusman sambil menarik ...


22 comments:

  1. Terima kasih atas partisipasi sahabat dalam Kontes Unggulan :Aku Dan Indonesia di BlogCamp
    Dicatat sebagai peserta
    Salam hangat dari Surabaya

    ReplyDelete
    Replies
    1. Makasih pak, sukses untuk Kontes Unggulannya. :D

      Delete
  2. pahit pak. sy pernah punya tman exTKI. entah dia ilegal atau bgmn (dia gak pernah mau bercerita) tp dia jd benciiii skli dg malaysia. kl ada tmn ucapkn malaysia dia lgsg marah2.
    tp pak kl kita kirim tenaga profesional ke sana, keenakan dong mereka...hehehe...mending stop sj kirim TKI ke ngr yg tdk bershbt. kirim ke yg negr yg bershbt sj atau di Indonesia saja. kan kt jg bnyk yg belum terurus. ah tp siapa yg menggaji...perut ga bs dusta. untung sy ga jd presiden RI. bs pussssiiiing...hehe

    ReplyDelete
  3. Tapi dengan mengirim tenaga-tenaga profesional dan trampil seperti dokter spesialis, analis sistem komputer, ahli mekanik, dll akan membuat negara itu berpikir ulang jika ingin melecehkan TKI kita.

    ReplyDelete
  4. Setuju pak!. Dengan mengirim tenaga kurang terampil sama saja mempermalukan bangsa sendiri

    ReplyDelete
  5. katanya Cak Lontong sih, selera Malaysia sekarang rendah hihihihi

    ReplyDelete
  6. Replies
    1. Makasih kunjungannya. moga bisa memberi sedikit angin segar utk TKI kita

      Delete
  7. Hingga sekarang saya tidak pernah mendapati alasan yang begitu penting untuk seorang manusia berakal menindas manusia lainnya. Semoga saja manusia segera melupakan batas-batas kesukuan dan batas teritorial, menyatu menjadi saling menghargai. Salam Mystupidtheory!

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aminn. Moga ini segera dipahami juga oleh pemerintah Malaysia

      Delete
  8. Begitu terhinanya kah TKI di perlakukan di negri Jiran..

    ReplyDelete
    Replies
    1. Sementara ini masih kayaknya masih seperti itu

      Delete
  9. semakin bersyukur aku terlahir dan hidup di Indonesia tercinta ini.

    ReplyDelete
  10. brow eling aku ora...

    ReplyDelete
    Replies
    1. siapa ya? gak keluar namanya

      Delete
    2. ari mas...
      konco sd lan smp...
      piye kabare apik? lama tak bersuoo...

      Delete
    3. Baik mas, kapan pulang Semarang?

      Delete
  11. ari... kancamu sd, smp..
    blokmu mantab nambah ilmu
    aku gaptek je..jadi anonymous sek, sing paling gampang, liane aku rak reti...

    ReplyDelete

Silakan berkomentar ....